Clair de Lune [Part 1]

Title :  Clair de Lune (Moonlight)

Author : generalmonsta a.k.a. Chananas 🙂

Main Casts : Infinite’s Lee Sungyeol, Han Jeah (OC), F(X)’s Choi Sulli.

Genre : Romance

Rating : PG-15

Length : Short Story

PS : This is for my best friend, Sitah (Han Jeah). (SITAAAAH! INI PART SATUNYAAA! Haha jangan ketawa ya karena jelek.. malu aku huhu.. eh nanti nangis pula kau saking jeleknya haha.. Maaf kalo ancur, aku emang gak bakat haha..)

READ LIKE AND COMMENT! 😀

Read the rest of this entry

Marrying Mr. Stranger (Part 3 : Be A Wife?!)

Title : Marrying Mr. Stranger (Part 3 : Be A Wife?!)

Author : generalmonsta

Casts : Hwang Chansung of 2PM, Yang Seungho of MBLAQ, Yoon Seonhye (OC)

Genre : Romance

Rating : PG-13?

Length : Series / Chaptered


Read the rest of this entry

Marrying Mr. Stranger (Part 2 : The Wedding)

Title : Marrying Mr. Stranger (Part 2 : The Wedding)

Author : generalmonsta

Casts : Hwang Chansung of 2PM, Yang Seungho of MBLAQ, Yoon Seonhye (OC)

Genre : Romance

Length : Series / Chaptered

Read the rest of this entry

Marrying Mr. Stranger (Part 1 : That Guy?)

Title : Marrying Mr. Stranger (Part 1 : That Guy?)

Author : generalmonsta

Casts : Hwang Chansung of 2PM, Yang Seungho of MBLAQ, Yoon Seonhye (OC)

Genre : Romance

Length : Series / Chaptered

A.N : Annyeong 🙂 generalmonsta author imnida.. waaa blog baru ini masih sangat sangat sangat sepi! Hahaha jadi mohon tinggalkan komentar setelah baca ff ini.. *bows 90 derajat*

Seonhye’s POV

“Eonni..”

Kuketuk pintu kamar Jeah eonni sambil kubuka kenopnya lalu perlahan kudorong pintunya hingga membuka. Tampak Jeah eonni tengah duduk di ujung tempat tidurnya, membelakangiku. Telingaku menangkap suara isakannya. Hh.. pasti dia menangis lagi. Wajar saja jika batinnya sangat tersiksa.

“Jeah eonni, kau belum makan seharian. Ayolah, eonni.. jangan menyiksa dirimu seperti ini..” kataku sambil mengelus pelan bahunya.

Ia menoleh, dan akupun terkejut menyadari telah banyak perubahan terjadi pada wajah cantiknya. Matanya sembab, air mata masih mengaliri pipinya. Wajahnya tak tampak hangat dan manis seperti biasanya, namun sekarang ia malah tampak seperti mayat hidup.

“Astaga, eonni..” kataku, terkejut.

“Seonhye-ah.. hiks..” Jeah eonni menarikku ke dalam pelukannya, lalu terisak lebih kencang. “Aku tidak mau.. aku tidak mau menikah dengannya, Seonhye-ah.. Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya sama sekali. Aku tidak mau menikahi orang asing.. aku tidak mau.. dan bagaimana dengan Nichkhun oppa? Aku tidak mungkin menikahi orang lain selain dia.. aku sangat mencintainya..”

Aku tak sanggup melakukan apa-apa selain mengelus-elus punggungnya. Ya, Jeah eonni memang tengah menjalani waktu-waktu paling berat dalam hidupnya.

Jeah eonni adalah eonni yang hanya berbeda satu tahun denganku. Menurutku kami tidak mirip sama sekali. Dia lebih cantik, lebih anggun, dan lebih baik dari aku. Sifatnya berbeda jauh denganku, terutama soal kerajinan dan kerapian. Aku pemalas dan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah apapun kecuali mencuci piring—itupun sudah beberapa kali aku memecahkan piring ataupun gelas. Sementara dia.. Dia pandai memasak dan melakukan pekerjaan lainnya. Eomma sering membanding-bandingkan aku dengannya, membuatku kesal sesekali. Eomma bilang Jeah eonni adalah menantu dambaan semua mertua sementara aku bagaikan hantu yang akan ditakuti semua mertua.

Kesempurnaan Jeah eonnilah yang membuat kehidupan cintanya seperti dalam dongeng. Sejak empat tahun lalu ia berpacaran dengan seorang fotografer di kantor majalah yang sama tempat ia bekerja, seorang lelaki tampan berkebangsaan Thailand bernama Nichkhun oppa. Aku tahu Jeah eonni sangat mencintai lelaki itu, juga hidupnya menjadi lebih cerah dan bahagia dengan Nichkhun oppa terlibat di dalamnya.

Namun tiba-tiba bencana itu datang. Perusahaan yang dirintis Appa bangkrut dan hampir menemui kehancuran. Namun ada satu jalan yang ditempuh Appa untuk terus mempertahankan perusahaannya, yaitu meminta bantuan pada salah seorang sahabatnya bernama Hwang Jinsung ahjusshi yang mengelola beberapa perusahaan besar. Dan Hwang Jinsung ahjusshi tak dengan cuma-cuma membantu Appa, tapi ia meminta imbalan.

Yah, kalian sudah tahu kan kemana arah pembicaraanku?

Seperti yang banyak terjadi di cerita-cerita pasaran, Jinsung ahjusshi memiliki seorang putra yang tengah berada di Italia dan ia ingin menikahkan anaknya dengan salah satu anak Appa. Dan diantara kami berdua, Jeah eonnilah yang dipilih Appa untuk menjadi pendamping hidup anaknya Jinsung ahjusshi karena aku dianggap belum siap dan tidak lebih dewasa dari Jeah eonni. Perjodohan satu arah itu langsung membuat Jeah eonni shock. Perjodohan? Bagiku ini lebih terlihat seperti penjualan anak.

Ia tak tahu bagaimana mengatakannya pada Nichkhun oppa, karena ia tak ingin Nichkhun oppa marah dan meninggalkannya.

Aku dalam dilema. Disatu sisi aku tak tahan melihat eonniku terus-terusan menangis dan tersiksa karena waktu pernikahan yang sudah semakin dekat, yaitu satu minggu lagi. Namun disisi lain aku tahu bahwa inilah satu-satunya cara yang harus dilakukan Appa, walau sebenarnya ia tak mau.

Jeah eonni sudah berkali-kali mengatakan bahwa ia sudah memiliki pacar agar Appa membatalkan perjodohan ini, namun Appa langsung menolak membatalkan semuanya mengetahui pacar yang dimaksudnya hanyalah seorang fotografer yang tak bisa membantu perusahaan Appa sama sekali.

Kalau aku bisa menggantikan posisinya, aku mau saja. Hanya saja aku tidak bisa melakukannya. Aku juga sudah memiliki kekasih yang sudah berpacaran denganku bahkan sejak enam tahun lalu, sejak aku kelas satu SMA. Namanya Yang Seungho yang kupanggil dengan sebutan Oppa. Ia baik dan sangat pengertian—dan yang terpenting, dia menerimaku apa adanya dengan segala kekuranganku. Sampai sekarang aku masih heran kenapa dia mau berpacaran denganku yang sama sekali tak cantik ini. Entahlah, mungkin Tuhan yang mengirimkan dia untuk menemaniku. Aku sangat menyayanginya, dan untuk sekali ini saja aku ingin bersikap egois untuk lebih mementingkan cintaku daripada menyelamatkan Jeah eonni. Aku tidak dapat melakukan apa-apa. Yah, aku memang dongsaeng yang tidak berguna.

“Seonhye-ah, keluarlah. Appa ingin berbicara dengan Jeah,”

Aku tersentak dan langsung melepaskan diri dari pelukan Jeah eonni begitu kudengar suara Appa dari depan pintu. Aku berdiri lalu mengelus pelan rambut Jeah eonni.

“Eonni, sabarlah.. Aku yakin kau akan segera lepas dari masalah ini..” bisikku, walau sebenarnya aku tak yakin apa ia akan benar-benar bisa lepas dari masalah ini.

Aku lalu berjalan melewati Appa yang masih berdiri di depan pintu menuju ruang tv dimana eomma tengah berbicara dengan seseorang lewat telepon rumah.

Aku mengabaikannya, lalu duduk di sofa depan tv dan menyalakan tvnya. Dentuman suara yang berasal dari tv membuat eomma langsung menatapku tajam. Aku mendesah lalu meraih remote dan mengecilkan volumenya.

Beberapa saat sesudahnya, eomma menyudahi pembicaraan di telepon lalu mendekatiku.

“Seonhye-ah..” panggil Eomma.

“Eung?” sahutku malas sambil terus asik menonton.

“Besok calon pengantin pria akan pulang dari Italia. Jadi besok kau jemput dia di airport, ya?”

“Mwo?” perhatianku langsung terlepas dari tayangan tv. “Aigoo.. kenapa harus aku, sih? Aku malas sekali, eommaaa.. kenapa tidak eomma, appa, atau eonni saja?”

Pletakk..

Eomma menepuk kepalaku dengan gagang telepon karena penolakan langsungku.

“Dasar pemalas. Besok tidak bisa, kami harus mengetes hanbok dan gaun pengantin yang sudah dipesan.”

“Lalu? Memangnya aku tidak ikut? Aku kan juga harus mengetes hanbok dan gaun untuk bridemaid!” tuntutku kesal.

“Sudahlah, ukuranmu kan sama dengan Jeah. Sudahlah, sekali ini saja turuti kemauan eomma. Barusan Yookchoon-sshi—calon besan eomma menelepon dan meminta tolong agar putranya besok dijemput di bandara karena dia juga sibuk mengurusi persiapan pernikahan..”

Aku mendesis.

“Hh.. bahkan ibunya saja tak mau menyempatkan waktu untuk menjemput anaknya sendiri. Pasti dia bukan anak yang baik..”

Pletakk..

Gagang telepon mendarat lagi dengan lebih kuat di kepalaku. Aku meringis.

“Nee.. aku akan menjemputnya besok. Jangan pukuli aku lagi, eomma..” pintaku.

Eommapun tersenyum puas sambil meletakkan gagang telepon di tempatnya semula.

“Tapi aku menjemputnya dengan Seungho oppa ya, eomma?” tanyaku dengan wajah memelas.

“Terserahmu sajalah,”

Dan akupun ikut tersenyum puas. Ya, eomma memang sudah berkata tidak akan menghalang-halangi hubunganku dengan Seungho oppa. Katanya ia bersyukur paling tidak ada orang yang mau denganku. Sedih sekali hidupku memang.

Yosh, tidak apa-apa. Aku perginya dengan Seungho oppa, lagipula dengan begini aku bisa tahu bagaimana orang yang akan menjadi oppa iparku nantinya.

“Ah iya, eomma. Aku kan belum pernah bertemu dengannya.. Bagaimana mungkin aku tahu siapa yang harus kujemput besok? Tidak lucu kan kalau aku salah menjemput orang?”

Eomma terkekeh.

“Kau pernah bertemu dengannya..”

“Kapan?” tanyaku bingung.

“Kau tidak ingat? Dia kan pernah datang ke pesta ulang tahunmu yang ke-8 dulu.. itu, lho.. Hwang Chansung.”

Aku berusaha mengingat-ingat. Aish… aku sudah pikun sekarang. Aku sudah tidak bisa mengingat kejadian bertahun-tahun yang sudah lewat itu.

“Hwang Chansung? Hwang Chansung yang mana? Aku tidak—” tiba-tiba aku teringat sesuatu. “—ooh! Hwang Chansung yang itu! Yang memberikanku kado kotak musik, kan? Aku masih menyimpannya di suatu tempat dalam gudang!”

“Nah, itu kau ingat..”

Oh, jadi itu.. Jadi Hwang Chansung si anak manis itu.. Ya, aku memang tidak ingat seluruh wajahnya secara mendetail, namun samar-samar aku masih ingat bahwa dia adalah anak bertubuh tinggi cungkring yang manis. Saat pesta ulang tahunku, ia mencium kedua pipiku sebelum menyerahkan kadonya yang ternyata merupakan sebuah kotak musik yang antik. Ciuman pertamaku! Yahh.. walaupun bukan ciuman yang sebenarnya.

Tapi.. apa aku bisa mengenalinya besok, ya?

Esoknya..

..

Aku tiba di airport dengan Seungho oppa pukul empat sore.

Sebuah monitor besar yang menampilkan jadwal kedatangan memberitahukan bahwa pesawat dari Roma baru saja mendarat. Aku langsung berjalan ke dekat pintu kedatangan.

“Pesawatnya sudah tiba ya, jagi?” tanya Seungho oppa yang berada denganku sejak tadi.

Aku mengangguk dan berusaha berkonsentrasi mengamati satu persatu orang yang mulai berkeluaran dari balik pintu.

“Orangnya seperti apa? Biar aku bantu carikan..” tawar Seungho oppa.

“Entahlah..” jawabku, masih terus memasang mata pada setiap laki-laki yang ada.

“Entahlah? Lalu bagaimana kau tahu bahwa ia adalah orang yang kau cari?”

“Aku pernah sih melihatnya sekali dulu saat aku berumur 8 tahun. Tapi.. ya.. menggunakan feeling saja.”

Seungho oppa terkekeh sambil mengacak-acak rambutku.

“Feelingmu tidak selalu benar—lebih tepatnya selalu tidak benar..iya kan, jagiya?” ledek Seungho oppa sambil tersenyum.

Aku mendengus kesal. Benar juga sebenarnya.

“Iya, sih.. tapi apa salahnya mencoba?”

Lima belas menit sudah berlalu, dan ruangan kedatangan sudah kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya, membuatku bingung dan takut. Apa jangan-jangan pesawatnya bukan yang ini dan kami terlambat menjemput, ya?

“Yoon Jeah?”

Sebuah suara berat membuatku dan Seungho oppa menoleh. Aku terkesiap saat mendapati seorang lelaki bertubuh tinggi kekar menjulang di hadapanku. Ia memakai pakaian yang sangat keren dan sebuah kacamata hitam. Di tangannya ia menggenggam pegangan koper trolleynya. Ia melepas kacamata hitamnya dan membuatku terkesiap sekali lagi. Sumpah.. lelaki ini benar-benar tampan. Kutekankan sekali lagi, benar-benar tampan!

Kau Yoon Jeah?” ia mengulangi pertanyaannya.

Dan aku hanya mengangguk, karena aku tak begitu sadar dengan apa yang ditanyakannya. Aku masih terpesona dengan wajah sempurnanya dan tanpa kusadari mulutku menganga.

“Ya!”

Seungho oppa menyikut lenganku, membuatku tersadar seketika.

“Ah.. ne? Kenapa? Ada apa?” tanyaku seolah baru bangun dari tidurku.

“Dia bukan Yoon Jeah..” kata Seungho oppa datar pada lelaki itu.

“Hah? Memangnya kapan aku bilang aku Yoon Jeah? Aku Yoon Seonhye..”

Lelaki itu menatapku tajam.

“Ya, apapun itu. Tapi apa kau orang yang disuruh menjemputku?”

Keningku mengerut bingung, lalu aku tersadar akan sesuatu.

“KAU HWANG CHANSUNG??!?!!” pekikku kaget.

Lelaki itu menatapku malas, lalu mengangguk sambil menghela nafasnya.

Astaga.. ternyata ini Hwang Chansung. Aku memandangi dia dari atas hingga bawah. Sumpah dia sudah sangat jauh berbeda. Sejak kapan tubuh cungkringnya berubah kekar seperti ini? Wajahnya telah jauh berubah. Tidak lagi manis dan imut, melainkan tampan dan dewasa. Astaga, jantungku langsung berdegup kencang tak karuan. Beruntung sekali Jeah eonni akan mendapatkan lelaki setampan ini. Tapi pasti Jeah eonni akan lebih memilih Nichkhun oppa yang memang tak kalah tampan dari lelaki ini. Apalagi mereka sudah lama berpacaran.

Aku lalu terbangun dan membungkuk 90o ke arahnya.

“Annyeong haseyo.. aku adalah dongsaeng dari Yoon Jeah, calon istrimu. Aku ditugaskan untuk menjemputmu..”

“Oh.. kalau begitu.. KENAPA LAMA SEKALI? SUDAH DUA JAM AKU MENUNGGU DISINI!” tiba-tiba ia membentakku hingga aku terkejut dan lemas.

Air mataku menggenang, kakiku bergetar, yah.. aku memang begini kalau dibentak seseorang.

“Ya! Kenapa harus membentak!?” kata Seungho oppa marah sambil merengkuh pundakku. Untunglah disini masih ada dia.

“Kau siapa? Hanya supir tidak usah berlagak!” kata lelaki itu dengan nada sombong.

Aku menatapnya tak percaya. Seungho oppa bergerak untuk memukulnya, namun aku menahan tangannya dan mengisyaratkan jangan dengan mataku.

Aku menghela nafas dan mencoba menstabilkan tubuhku. Jantungku sudah kembali normal, dan akupun membungkuk lagi ke arahnya.

“Ya! Seonhye-ah! Sedang apa kau?” tanya Seungho oppa heran.

“Choesonghamnida, Chansung oppa. Aku tidak tahu kau sudah lama menunggu. Ini salah kami. Kami tidak tahu bahwa kau bukan naik pesawat yang ini melainkan yang tiba dua jam yang lalu. Sekali lagi maafkan aku..”

Dengan sangat terpaksa aku memohon maaf. Bagaimanapun ia akan segera menjadi bagian dari keluargaku. Sebenarnya aku ingin saja menendang wajahnya itu namun aku menahannya karena tak ingin keluargaku kena masalah dan aku ingin semuanya berjalan dengan lancar. Lagipula, aku adalah pengecut. Tidak seperti eonniku yang walaupun anggun namun pemberani.

“Seonhye-ah!” pekik Seungho oppa tak percaya karena aku malah meminta maaf.

“Dan, maaf.. tapi dia ini bukan supir. Dia adalah pacarku yang telah membantuku untuk menjemputmu..”

“Oh.. ya sudah. Kalau begitu ayo kita pulang. Aku sangat lelah..”

Dia lalu berjalan mendahului kami. Aku mendesah lalu mengelus wajah Seungho oppa yang rahangnya masih mengeras karena menahan marah.

“Maaf, oppa.. Bukan maksudku untuk tidak membelamu, tapi aku memohon dengan sangat.. tolong tahan amarahmu. Aku tahu kau sangat marah, tapi dia adalah orang yang penting. Semuanya bisa berantakan jika kau tidak menahan diri,”

Seungho oppa lalu menatapku prihatin.

“Tapi tadi dia membentakmu! Itu yang membuatku marah.. dia kasar sekali.”

Aku tersenyum dan mencoba membuatnya ikut tersenyum dengan cara menarik kedua ujung bibirnya.

“Aku tidak apa-apa, oppa.. Mungkin dia sedang sensitif karena jet-lag. Orang yang sehabis melakukan perjalanan jauh kan biasa begitu..”

Seungho oppa menghela nafas lalu mengecup dahiku pelan.

“Maaf,” bisiknya.

“Tidak a—”

“—YAAA!” teriakan Chansung oppa mengejutkan kami. “SAMPAI KAPAN KALIAN MAU BERDIRI DISITU? CEPAT JALAN! AKU INGIN PULANG!”

Buakk..

Pintu belakang mobil Seungho oppa tertutup rapat, dan kamipun sama-sama menghela nafas lega saat Chansung oppa menghilang di balik pagar sebuah mansion yang luar biasa mewahnya. Akhirnya dia sampai juga ke rumahnya.

Sepanjang perjalanan tadi kami diam dalam gugup, sementara ia sibuk mendengarkan lagu lewat iPodnya.

Kami tersesat beberapa kali dan ia membentak-bentak Seungho oppa. Ingin rasanya kulemparkan ia ke jalanan namun aku tidak bisa. Aku sangat kesal pada lelaki itu. Sangat-sangat kesal!

“Kalau boleh jujur, aku tidak setuju Jeah eonni menikah dengan lelaki seperti itu..” kataku setelah mobil Seungho oppa sudah mulai kembali ke jalanan.

“Kenapa?”

Aku mendesah kesal. Seungho oppa ini.. padahal dia sudah tahu kenapa aku tidak setuju.

“Ya kau lihat sendiri kan dia seperti apa orangnya?”

Seungho oppa mengangguk.

“Yah, tapi kita positive thinking saja. Mungkin dia sangat lelah dan terkena jet lag. Wajar saja orang yang habis bepergian jauh seperti itu, kan?”

Apa-apaan ini? kenapa sekarang dia membalikkan kata-kataku dan malah memutarbalikkan fakta? Padahal tadi dia yang kesal setengah mati pada Chansung oppa.

Aku mengerucutkan bibirku kesal, lalu mengalihkan pandanganku ke jalanan. Pikiranku melayang entah kemana.

H-1

Hari ini adalah H-1, sehari sebelum dilangsungkannya pernikahan. Pesta pernikahan akan dilangsungkan di rumah keluarga kami, makanya hari ini adalah hari yang sangat sibuk. Mulai dari ruangan upacara pernikahan yang akan diisi oleh tetua-tetua, hingga kamar mandi yang dihias sewangi dan seindah mungkin untuk para tamu yang ingin menggunakannya. Aah.. aku iri. Kapan aku dan Seungho oppa akan menikah? Aku juga ingin semua orang disibukkan olehku.

Akhirnya karena tidak ada yang bisa kulakukan selain merusak segalanya, aku masuk ke dalam kamar dengan maksud mengetes hanbok dan gaun yang ditujukan untukku. Hanbok ini akan kupakai saat serangkaian upacara pernikahan tradisional besok pagi hingga siang, sementara sore hingga malam aku akan memakai gaun seperti bridemaid pada saat resepsi modernnya.

Hanboknya pas. Syukurlah..

Aku lalu meraih gaun bridemaidnya.

Hmm.. memang sih pasti tidak secantik milik eonni, tapi aku cukup menyukai gaun yang baru pertama kali kulihat ini. Aku mulai memakainya, dan aku langsung terkesiap saat menyadari..

GAUNNYA SEMPIT SEKALIIII!

Astaga, matilah aku! Bagaimana ini? Inilah akibatnya tidak ikut mengetes gara-gara harus menjemput Chansung oppa ke bandara. Aku mengutuk Chansung oppa dalam hati.

Tok.. tok.. tok..

Terdengar suara pintu diketuk.

“Masuk..” kataku frustasi sambil membanting diriku ke atas sofa.

“Seonhye-ah, sedang apa?”

Aku menoleh lalu menatap orang yang ternyata Jeah eonni itu. Ia tampak lebih cerah, walaupun matanya masih sedikit sembab. Ini pasti karena perawatan wajah yang diikutinya kemarin. Ia tersenyum lalu duduk di sampingku.

“Eonni.. gaunnya sempit..” kataku, mengadu bagai anak kecil.

“Hm? Bagaimana bisa?” tanya Jeah eonni sambil mengelus rambutku pelan.

“Pasti karena aku tidak ikut saat mengetesnya. Huuh.. pasti besok aku akan sangat tersiksa..”

“Ah, sebentar ya..”

Jeah eonni malah keluar meninggalkanku. Ya, dia pasti sangat sibuk. Dia punya kesibukan lain selain mengurusiku yang kekanak-kanakan ini. Sempit sedikit toh tidak apa-apa.

“Jaaaaann..!”

Tiba-tiba dia berlari ke hadapanku dan memamerkan sebuah gaun pengantin yang sangat cantik. Pasti itu untuk pernikahannya besok. Aku berdiri dan memandang gaun itu kagum. Aku terpesona, gaun ini benar-benar cantik. Bawahnya sangat kembang, gaun idamanku!

“Cantik, kan?” kata Jeah eonni bangga.

Aku mendengus kesal.

“Iya, iya! Aku tahu! Kau ingin pamer, kan?”

Jeah eonni tertawa kecil lalu menyodorkan gaun itu ke arahku.

“Kau ingin mencobanya?”

“Eh?” aku tertegun. “Bolehkah?”

“Tentu saja boleh! Coba saja!”

Akhirnya aku tersenyum senang dan langsung mengganti gaunku dengan milik eonni dengan sedikit bantuannya, lalu berjalan ke depan cermin. Astaga, gaun ini entah bagaimana bisa pas sekali di tubuhku. Sontak aku membayangkan di sampingku ada Seungho oppa dengan jas pengantinnya juga tengah menggandeng tanganku dan tersenyum. Ah, pasti bahagia sekali rasanya jika keinginanku itu bisa segera menjadi kenyataan.

“Kau cantik dengan gaun itu..” kata Jeah eonni.

Cantik? Ya, untuk kali ini bahkan aku menganggap diriku cantik. Tentu karena gaunnya yang menghapus semua aura kejelekanku.

“Gomawo..” kataku malu. “Hm.. aku jadi ingin segera menikah dengan Seungho oppa..”

Jeah eonni tiba-tiba langsung murung. Senyuman hilang dari wajahnya, membuatku sadar bahwa perkataanku membuatnya sedih. Pasti ia juga ingin dapat menikah dengan pilihannya seperti aku.

“Mianhae, eonni.. aku tidak bermaksud—”

Tiba-tiba Jeah eonni memelukku erat. Kudengar isakannya. Ah, dia menangis lagi. Ini salahmu, Seonhye babo!

“Aku pasti akan sangat merindukanmu, dongsaengku..” bisiknya.

“Ya! Kenapa kau jadi aneh seperti ini?” tanyaku bingung.

“Iya, kau tahu kan sebentar lagi kita akan berpisah? Aku akan tinggal dengan calon suamiku itu..”

“Tapi kan kita masih bisa bertemu!”

“Tidak sesering sekarang, kan? Aku pasti akan sangat rindu untuk bertengkar denganmu. Maafkan aku kalau selama ini membuatmu marah dan kesal, tapi yang jelas aku sangat menyayangimu, dongsaengku…”

The Wedding Day – Hari pernikahan

“Hoaaa—”

“JEAH!!!!”

Belum selesai aku menguap, teriakan Eomma membuatku kaget dan langsung mengurungkan niatku untuk bermalas-malasan di tempat tidur. Aku melihat jam yang ada di samping tempat tidurku, masih jam setengah tujuh pagi. Aku mengucek mataku dan dengan kesal langsung bangkit dari tempat tidurku dan berjalan ke arah meja rias untuk mengambil ikat rambut dan mengikat rambut singaku sebelum semua orang kaget melihat rambutku yang awut-awutan itu. Sementara diluar, teriakan-teriakan heboh masih terdengar—kali ini bukan hanya teriakan eomma yang menyapa telingaku.

Iya, iya.. aku tahu hari ini adalah hari yang sibuk, aku tahu. Tapi tidak sampai harus berteriak heboh begitu, kan? Ada apa sih sebenarnya?

Karena penasaran akhirnya aku berjalan keluar dan mendapati semua orang sibuk mengerumuni eomma yang terduduk tak berdaya di sofa.

“Eomma!”

Aku langsung berlari ke arah eomma yang ternyata sedang menangis. Kenapa ini? Aku jadi semakin bingung.

“Eomma, ada apa? Katakan padaku, eomma!” desakku.

Eomma terus menangis dan memanggil-manggil nama Jeah eonni, sementara di sekelilingnya beberapa orang keluarga sibuk mengipasi eomma dengan apa saja yang bisa dijadikan kipas. Aku lalu mengalihkan pandanganku dari eomma yang tak mau menjawab ke appa yang tengah berdiri membisu. Matanya merah, rahangnya mengeras, tangannya mengepal dan meremas sesuatu yang sepertinya selembar kertas namun aku tak tahu kertas apa itu. Yang jelas, pasti appa sedang marah.

“Appa, museun irisseoyo?” tanyaku, mencoba sedapat mungkin tak memancing amarahnya menjadi semakin besar.

“Si brengsek itu..” geram appa sambil terus meremas kertas yang ada di dalam kepalan tangannya itu.

“Si brengsek? Si brengsek siapa?”

Aku benar-benar tidak tahu situasi macam apa ini. Kenapa di saat mereka seharusnya sibuk mengurusi pesta pernikahan yang akan berlangsung pukul sembilan pagi nanti mereka malah bergalau ria disini? Lalu kemana Jeah eonni? Dari tadi aku tak melihatnya. Mataku lalu menyapu seantero ruangan, namun tak kulihat juga batang hidung Jeah eonni. Ah, benar-benar membingungkan ini.

“Jeah eonni mana?” tanyaku lagi.

Appa menatapku dengan mata merahnya, lalu menyodorkan kertas kusut yang sudah diremas-remasnya tadi. Aku menanyakan Jeah eonni, lalu kenapa dia malah memberikanku kertas ini? Tidak mungkin Jeah eonni ada di dalam kertas ini, kan? Tapi apa mungkin ini ada hubungannya dengan dia? Kuambil kertas itu lalu kubuka dan kubaca isinya.

Untuk Eomma, Appa, dan Seonhye tercinta..

Maafkan aku, tapi aku benar-benar tidak sanggup melakukan permintaan appa. Aku memang mencintai kalian, tapi aku bisa mati jika appa terus memaksaku menikah dengan orang yang bahkan aku tak tahu bagaimana wajahnya. Karena aku sudah memiliki pilihan, seorang lelaki yang mencintaiku dengan tulus. Dia sangat baik dan mengerti bagaimana kondisiku. Kenapa appa melarang cinta kami hanya karena dia seorang fotografer dan bukan berkebangsaan korea selatan?

Maaf. Aku benar-benar mencintainya. Cinta kami benar-benar tak bisa dihancurkan lagi. Walaupun waktu berpacaran kami lebih singkat daripada Seonhye dan Seungho oppa yang sudah enam tahun lebih, tetapi aku benar-benar tak bisa hidup tanpa dirinya.

Maaf aku harus pergi dan memutuskan untuk lari dari semua tanggung jawabku, lari dari kenyataan. Aku tidak bisa melakukan semua ini. Aku tidak peduli bagaimana akan memulai hidupku nantinya, tapi jangan khawatirkan aku. Selama aku bersama dengan dia, hidupku akan selalu bahagia dan dipenuhi dengan senyuman.

Maafkan atas keegoisanku ini, semoga kalian hidup bahagia..

Apa-apaan ini? Jadi Jeah eonni kabur? Dia kabur dan meninggalkan kami semua disini? Oh, Tuhan.. kenapa akhirnya jadi seperti ini? Aku benar-benar bingung. Semua persiapan sudah selesai, bagaimana jika Jeah eonni pergi? Aku tak bisa membayangkan bagaimana jadinya perusahaan appa nanti. Hwang Jinsung ahjusshi pasti akan sangat marah karena sudah dipermalukan seperti ini.

Eonni.. aku tahu bagaimana beratnya kau untuk melakukan semua ini. Tapi kenapa tak kau pikirkan keselamatan appa? Rumah ini adalah aset perusahaannya, dan pasti akan disita jika perusahaannya bangkrut. Mobil, tanah, semuanya. Hh.. tamatlah kita.

“Eomma..”

Aku memeluk eomma dan ikut menangis.

“Kita akan tamat ya, eomma?”

“Tidak, anakku.. tidak..” eommapun masih terisak sambil mengelus rambutku.

“Masih ada cara untuk menyelamatkan kita..” kata appa tiba-tiba.

Aku dan eomma saling memandang satu sama lain, lalu kami memandang appa.

“Apa itu?” tanya kami bersamaan.

Appa berjalan mendekatiku lalu menatapku lekat-lekat. Dielusnya pelan rambutku.

“Apa kau menyayangi appa, nak?”

Pertanyaan appa membuat alisku bertaut.

“Ya jelas, appa.. aku sangat menyayangi appa..” kataku mantap.

“Kalau begitu, kau tidak ingin appa sedih dan malu kan?”

Aku menggeleng. Aaah.. aku tahu kemana arah pembicaraan oppa. Aku tersenyum dan menunjuk-nunjuk diriku sendiri dengan bangga.

“Tenang, appa! Aku akan melakukannya! Kau pasti ingin aku mencari Jeah eonni kan? Tenang saja, aku pasti bisa mencarinya dalam waktu yang sangat singkat. Aku—”

“—tidak, nak.. Bukan itu yang appa mau. Kita tidak butuh anak durhaka itu lagi. Sekarang.. kau adalah harapan appa satu-satunya. Gantikanlah posisi eonnimu, appa mohon..”

“MWORAGOYO?”

Seonhye’s POV end

TBC

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!